Teori
evolusi adalah filsafat dan konsepsi dunia yang menghasilkan
hipotesis-hipotesis palsu, asumsi dan skenario khayalan untuk menjelaskan
keberadaan dan asal usul kehidupan secara kebetulan semata. Akar dari filsafat
ini berakar jauh semenjak zaman Yunani kuno.
Semua
filsafat ateis yang mengingkari penciptaan, langsung maupun tidak mengambil dan
mempertahankan ide evolusi ini. Kondisi serupa saat ini terjadi pada semua
ideologi dan sistem yang bertentangan dengan agama.
Gagasan
evolusioner telah diselubungi dengan penyamaran ilmiah selama satu setengah
abad silam untuk membenarkan dirinya sendiri. Walaupun diajukan sebagai teori
ilmiah sepanjang pertengahan abad ke-19, teori ini di luar semua usaha keras
para pembelanya, sebegitu jauh belum dibuktikan oleh penemuan atau eksperimen
ilmiah apa pun. Jelasnya, “satu-satunya bentuk ilmiah” yang menjadi sandaran
utama teori ini telah berulang kali dan terus-menerus menunjukkan bahwa teori
ini tidak memiliki dasar dalam kenyataan.
Eksperimen
di laboratorium dan perhitungan probabilitas membuktikan bahwa asam amino,
cikal kehidupan tidak dapat muncul secara kebetulan. Begitu pula sel, yang
menurut anggapan evolusionis muncul secara kebetulan pada kondisi bumi primitif
dan tidak terkendali, tidak dapat disintesis oleh laboratorium-laboratorium
abad ke-20 yang tercanggih sekalipun. Tidak pernah ditemukan di belahan dunia
mana pun satu saja makhluk “bentuk transisi” yang menunjukkan evolusi bertahap
organisme maju dari organisme yang lebih primitif sebagaimana yang dinyatakan
para neo-Darwinis, walau melalui pencarian catatan fosil secara teliti dan
dalam waktu yang panjang.
Dengan
berusaha keras mengumpulkan bukti-bukti evolusi, para evolusionis justru secara
tidak sengaja telah membuktikan sendiri bahwa evolusi tidak dapat terjadi sama
sekali!
Orang yang pertama kali mengemukakan teori
evolusi sebagaimana yang dipertahankan dewasa ini, adalah seorang naturalis
amatir dari Inggris, Charles Robert Darwin. Darwin mempublikasikan pandangannya ini dalam sebuah
buku yang berjudul The Origin of Species, By Means of Natural Selection pada
tahun 1859. Darwin menyatakan dalam bukunya bahwa semua makhluk hidup memiliki
nenek moyang yang sama dan mereka berevolusi satu sama lain melalui seleksi
alam. Individu-individu yang beradaptasi pada habitat mereka dengan cara
terbaik, akan menurunkan sifat-sifat mereka kepada generasi berikutnya, dan
dengan akumulasi selama jangka waktu yang panjang sifat-sifat yang
menguntungkan ini lama-kelamaan terakumulasi dan mengubah suatu individu
menjadi spesies yang sama sekali berbeda dengan nenek moyangnya. Manusia
merupakan hasil paling maju dari mekanisme seleksi alam ini. Singkatnya, suatu
spesies berasal dari spesies lain.
Gagasan Darwin yang fantastis ini diambil dan
dipromosikan oleh kalangan ideologis dan politis tertentu dan teori ini menjadi
sangat populer. Ini terutama disebabkan oleh belum memadainya tingkat
pengetahuan zaman itu untuk mengungkapkan kekeliruan skenario imajiner Darwin. Saat Darwin mengajukan asumsinya, disiplin ilmu genetika, mikrobiologi dan
biokimia belum ada. Jika disiplin-disiplin ilmu ini telah ada, Darwin akan
dengan mudah mengetahui bahwa teorinya benar-benar tidak ilmiah dan karenanya
tidak akan mencoba untuk mengajukan klaim-klaim tanpa arti tersebut: informasi
yang menentukan spesies telah terdaspat dalam gen dan tidak mungkin bagi
seleksi alam untuk menghasilkan spesies baru dengan mengubah gen-gen.
Di saat
gema buku Darwin tengah berkumandang, seorang ahli botani Austria bernama Gregor Mendel menemukan hukum penurunan
sifat pada tahun 1865. Meskipun tidak banyak dikenal orang hingga akhir abad ke-19, penemuan
Mendel mendapat perhatian besar di awal tahun 1900-an. Inilah
awal kelahiran ilmu genetika.
Beberapa waktu kemudian, struktur gen dan kromosom ditemukan. Pada tahun
1950-an, penemuan struktur molekul DNA yang berisi informasi genetis
menghempaskan teori evolusi ke dalam krisis, karean asal usul dari informasi
dalam DNA yang berjumlah luar biasa tidak mungkin dijelaskan dengan peristiwa
kebetulan.
Di samping
semua perkembangan ilmiah ini, tidak ada bentuk transisi untuk menunjukkan
evolusi bertahap dari organisme hidup dasri spesies primitif ke spesies maju
pernah ditemukan meskipun setelah pencarian bertahun-tahun.
Perkembangan
ini seharusnya membuat teori Darwin terbuang dalam keranjang sampah sejarah.
Namun ini tidak terjadi, karena ada kelompok-kelompok tertentu yang bersikeras
merevisi, memperbarui dan mengangkat kembali teori ini pada kedudukan ilmiah.
Kita dapat memahami maksud upaya-upaya tersebut hanya jika menyadari bahwa di
belakang teori ini terdapat tujuan ideologis, bukan sekadar kepentingan ilmiah.
Bagaimanapun,
beberapa kalangan yang mempercayai perlunya mempertahankan teori yang telah
menemui jalan buntu ini segera merancang sebuah model baru. Nama model baru ini
adalah neo-Darwinisme. Menurut teori ini, spesies berevolusi sebagai hasil dari
mutasi – perubahan kecil pada gen, dan individu terkuat bertahan hidup melalui
mekanisme seleksi alam. Bagaimanapun, ketika terbukti bahwa mekanisme yang
dikemukakan neo-Darwinisme tidak absah dan perubahan-perubahan kecil tidak
memadai untuk pembentukan makhluk hidup, evolusionis terus mencari model-model
baru. Mereka mengajukan klaim baru yang disebut “punctuated equilibrium” yang tidak memiliki landasan rasional
maupun ilmiah apa pun. Model ini mengajukan bahwa makhluk hidup tiba-tiba
berevolusi menjadi spesies lain tanpa bentuk transisi apa-apa. Dengan kata lain, spesies
tanpa “nenek moyang” evolusioner tiba-tiba muncul. Ini merupakan sebuah cara
utnuk menggambarkan penciptaan, walaupun evolusionis akan segan mengakui ini.
Mereka mencoba utnuk menutupinya dengan skenario yang tidak dapat dipahami.
Misalnya, mereka berkata bahwa burung pertama muncul dari sebutir telur reptil.
Teori yang sama juga mengajukan bahwa binatang penghuni darat pemakan daging
dapat berubah menjadi paus raksasa, karena mengalami transformasi yang
menyeluruh dan seketika.
Pernyataan-pernyataan ini, yang sama sekali
bertentangan dengan semua hukum-hukum genetika, biofisika dan biokimia ini,
sama ilmiahnya dengan dongeng katak yang menjadi pangeran! Dalam
ketidakberdayaan karena pandangan neo-Darwinis terpuruk dalam krisis, sejumlah
ahli paleontologi pro-evolusi mempercayai teori ini, teori baru yang bahkan
lebih ganjil daripada neo-Darwinisme itu sendiri.
Satu-satunya tujuan model ini adalah
memberikan penjelasan untuk mengisi celah dalam catatan fosil yang tidak dapat
dijelaskan model neo-Darwinis. Namun, usaha menjelaskan kekosongan fosil dalam
evolusi burung dengan pernyataan bahwa “seekor
burung muncul tiba-tiba dari sebutir telur reptil” sama sekali tidak
rasional. Sebagaimana diakui oleh evolusionis sendiri, evolusi dari satu
spesies ke spesies lain membutuhkan perubahan besar informasi genetis yang
menguntungkan. Akan tetapi, tidak ada mutasi yang memperbaiki informasi genetis
atau menambahkan informasi baru padanya. Mutasi hanya merusak
informasi genetis. Dengan demikian, “mutasi besar-besaran” yang digambarkan
oleh model punctuated equilibrium hanya akan menyebabkan pengurangan atau
perusakan “besar-besaran” pada informasi genetis.
Teori
punctuated equilibrium jelas-jelas merupakan hasil imajinasi belaka. Namun
walau adanya kebenaran yang nyata ini, pembela evolusi tidak ragu-ragu untuk
menjunjung teori ini. Fakta bahwa model evolusi yanga diajukan Darwin tidak
dapat dibuktikan dengan catatan fosil memaksa mereka untuk melakukannya. Darwin
menyatakan bahwa spesies mengalami perubahan bertahap, yang membutuhkan
keberadaan makhluk aneh setengah-burung/setengah-reptil atau setengah-ikan/setengah-reptil.
Bagaimanapun, tak satu pun dari “bentuk transisi” ini ditemukan walau dikaji
secara meluas oleh para evolusionis dan ratusan ribu fosit telah digali.
Evolusionis
menggunakan model punctuated equilibrium dengan harapan untuk menyembunyikan
kegagalan besar dari fosil ini. Sebagaimana telah dinyatakan sebelumnya, sangat
jelas bahwa teori ini adalah khayalan, maka ia segera menelan dirinya sendiri.
Model punctuated equilibrium tidak pernah diajukan sebagai sebuah model yang
konsisten tetapi lebih digunakan sebagai pelarian dari masalah tidak sesuainya
model evolusi bertahap. Karena evolusionis dewasa ini menyadari bahwa
organ-organ kompleks seperti mata, sayap, paru-paru, otak dan lain-lain secara
eksplisit membantah model evolusi betahap, dalam masalah khusus ini mereka
terpaksa berlindung di balik interpretasi fantastis dari model punctuated
equilibrium.
Adakah Catatan Fosil yang Membuktikan Teori Evolusi?
Menurut
teori evolusi, evolusi dari satu spesies ke spesies lain berlangsung secara
bertahap, sedikit demi sedikit dlam jangka waktu jutaan tahun. Kesimpulan logis
dari klaim ini adalah bahwa seharusnya pernah terdapat sangat banyak organisme
hidup yang disebut “bentuk transisi” selama periode perubahan yang panjang ini.
Karena evolusionis berpendapat bahwa semua makhluk hidup berevolusi dari
makhluk hidup lain melalui perubahan bertahap, maka seharusnya mereka muncul
dalam jumlah dan variasi sampai jutaan.
Jika
binatang-binatang seperti ini memang pernah ada, maka kita seharusnya menemukan
sisa-sisa mereka di mana-mana. Malah, jika tesis ini benar, jumlah
bentuk-bentuk transisi antara ini pun semestinya jauh lebih besar daripada
spesies binatang masa kini dan sisa-sisa mereka seharusnya ditemukan di seluruh
penjuru dunia.
Semenjak
Darwin, evolusionis telah mencari fosil-fosil dan hasil-hasilnya bagi mereka
lebih merupakan kekecewaan yang mendalam. Tidak pernah ditemukan di manapun di
dunia – baik di daratan maupun di kedalaman laut – bentuk transisi antara apa
pun dari dua spesies.
Darwin
sendiri sadar akan ketiadaan bentuk-bentuk peralihan tersebut. Ia berharap
bentuk-bentuk peralihan itu akan ditemukan di masa mendatang. Namun di balik
harapan besarnya ini, ia sadar bahwa rintangan utama teorinya adalah ketiadaan
bentuk-bentuk peralihan. Karena itulah dalam buku The Origin of Species, pada bab “Difficulties of the Theory” ia menulis:
... Jika suatu spesies memang berasal dari spesies
lain melalui perubahan sedikit demi sedikit, mengapa kita tidak melihat
sejumlah besar bentuk transisi di mana pun? Mengapa alam tidak berada dalam
keadaan kacau-balau, tetapi justru seperti kita lihat, spesies-spesies hidup
dengan bentuk sebaik-baiknya?.... Menurut
teori ini harus ada bentuk-bentuk peralihan dalam jumlah besar, tetapi
mengapa kita tidak menemukan mereka terkubur di kerak bumi dalam jumlah tidak
terhitung?.... Dan pada daerah peralihan, yang memiliki kondisi hidup
peralihan, mengapa sekarang tidak kita temukan jenis-jenis peralihan dengan
kekerabatan yang erat? Telah lama kesulitan ini sangat membingungkan saya. 1
Darwin memang layak untuk khawatir. Masalah inipun mengganggu evolusionis lain. Seorang ahli paleontologi
Inggris ternama, Derek V. Ager, mengakui fakta ini meskipun dirinya seorang
evolusionis:
Jika kita mengamati catatan fosil secara terperinci, baik
pada tingkat ordo maupun spesies, maka yang selalu kita temukan bukanlah
evolusi bertahap, namun ledakan tiba-tiba satu kelompok makhluk hidup yang
disertai kepunahan kelompok lain. 2
Kekosongan
dalam catatan fosil tidak dapat dijelaskan dengan lamunan bahwa belum cukup
banyak fosil yang digali dan bahwa fosil yang hilang ini akan ditemukan suatu
hari. Seorang evolusionis ahli paleontologi, T. Neville George mejelaskan
alasannya:
Tidak ada gunanya lagi menjadikan keterbatasan catatan fosil
sebagai alasan. Entah bagaimana, catatan fosil menjadi berlimpah dan hampir
tidak dapat dikelola, dan penemuan bermunculan lebih cepat dari
pengintegrasian... Bagaimanapun, akan selalu ada kekosongan pada catatan fosil.
3
Kehidupan Muncul di Muka Bumi dengan
Tiba-tiba dan dalam Bentuk Kompleks
Ketika
lapisan bumi dan catatan fosil dipelajari, terlihat bahwa semua makhluk hidup
muncul bersamaan. Lapisan bumi tertua tempat fosil-fosil makhluk hidup
ditemukan adalah Kambrium, yang diperkirakan berusia 530-520 juta tahun.
Makhluk
hidup yang ditemukan pada lapisan bumi periode Kambrium muncul pada catatan
fosil dengan tiba-tiba, tanpa nenek moyang yang hidup sebelumnya. Beragam
makhluk hidup yang kompleks muncul begitu tiba-tiba, sehingga literatur geologi
menyebut kejadian ajaib ini sebagai “Ledakan Kambrium” (Cambrian Explosion).
Sebagian
besar bentuk kehidupan yang ditemukan dalam lapisan ini memiliki sistem
kompleks seperti mata, atau sistem-sistem dalam organisme dengan organisasi
yang sangat maju seperti insang, sistem peredaran darah, dan seterusnya. Tidak ada tanda-tanda dalam catatan fosil yang menunjukkan bahwa
organisme-orgnisme ini memiliki nenek moyang apa pun. Richard Monastersky,
editor Earth Sciences, salah satu
terbitan populer dalam literatur evolusionis, memberikan pernyataan mengenai
kemunculan tiba-tiba dari spesies hidup:
Setengah milyar tahun lalu, binatang-binatang dengan bentuk-bentuk sangat
kompleks seperti yang kita lihat pada masa kini muncul secara tiba-tiba. Momen ini, tepat di awal
Periode Kambrium Bumi sekitar 550 juta tahun lalu, menandai ledakan evolusioner
yang mengisi lautan dengan makhluk-makhluk hidup kompleks pertama di dunia.
Filum binatang besar masa kini ternyata telah ada di awal masa Kambrium.
Binatang-binatang pertama itu pun berbeda satu sama lain sebagaimana
binatang-binatang saat ini. 4
Karena
tidak mampu menemukan jawaban atas pertanyaan bagaimana bumi menjadi dipenuhi
oleh ribuan spesies binatang yang berbeda, para evolusionis menambahkan periode
20 juta tahun imajiner sebelum Periode Kambrium untuk menjelaskan bagaimana
kehidupan bermula dan “sesuatu yang tidak diketahui terjadi”. Periode ini disebut “jurang
evolusioner”. Belum pernah ditemukan bukti tentang hal ini dan konsep tersebut
masih tetap samar-samar dan tak terdefinisikan hingga kini.
Pada tahun 1984, sejumlah besar invertebrata
yang kompleks digali di Chengjiang, tepatnya di plateau Yunnan tengah di
dataran tinggi Cina barat data. Di antaranya adalah trilobita, yang sekarang
sudah punah, tetapi tak kurang kompleksnya dari struktur invertebrata modern
mana pun.
Ahli paleontologi evolusionis dari Swedia,
Stefan Bengston, menerangkan situasi ini sebagai berikut:
Jika ada peristiwa apa pun dalam sejarah kehidupan yang
menyamai mitos penciptaan manusia, tentunya diversifikasi tiba-tiba dari
kehidupan laut ketika organisme bersel banyak mengambil alih peran utama dalam
ekologi dan evolusi. Peristiwa yang membingungkan (dan memalukan) bagi Darwin
ini masih mempesona kami. 5
Kemunculan
tiba-tiba dari makhluk-makhluk hidup yang kompleks yang tanpa pendahulu ini
juga tidak kurang membingungkan (dan memalukan) bagi para evolusionis masa kini
dibandingkan bagi Darwin 135 tahun yang lalu. Hampir satu setengah abad, mereka
belum maju satu langkah pun dari titik yang telah menghadang Darwin.
Sebagaimana
dapat dilihat, catatan fosil menunjukkan bahwa makhluk hidup tidak berevolusi
dari bentuk primitif ke bentuk yang lebih maju, namun justru muncul secara
tiba-tiba dan dalam bentuk yang sempurna. Ketiadaan bentuk-bentuk transisi
tidak hanya pada periode Kambrium. Tidak satu pun bentuk transisi yang diduga
evolusionis sebagai “kemajuan” evolusioner dari vertebrata – dari ikan ke
amfibi, reptil, burung dan mamalia – yang pernah ditemukan. Setiap spesies
hidup muncul secara seketika dan daslam bentuknya yang sekarang, sempurna dan
lengkap, pada catatan fosil.
Ringkasnya,
makhluk hidup tidak muncul melalui evolusi, tetapi diciptakan.
Pemalsuan Fosil
Penipuan pada Gambar
Catatan
fosil merupakan sumber utama bagi pencari bukti teori evolusi. Ketiak ditelaah
secara teliti dan tanpa praduga, catatan fosil lebih menyanggah teori evolusi
daripada mendukungnya. Namun begitu, interpetasi yang menyesatkan tentang fosil
oleh para evolusionis dan presentasi mereka yang penuh prasangka kepada publik
telah memberi kesan pada banyak orang bahwa catatan fosil mendukung teori
evolusi.
Kerentanan
beberapa temuan dalam catatan fosil terhadap semua jenis interpretasi ternyata
sangat baik melayani keinginan para evolusionis. Fosil-fosil yang digali
kebanyakannya tidak memuaskan bagi identifikasi yang dapat diandalkan. Mereka
kebanyakan merupakan fragmen-fragmen tulang yang tidak lengkap dan
terpencar-pencar. Karena ini, sangat mudah mendistorsi data yang tersedia dan
menggunakannya sebagaimana diinginkan. Tidak mengejutkan, rekonstruksi (gambar
dan model) yang dibuat oleh evolusionis dengan berdassarkan pada sisa-sisa
fosil semacam itu disiapkan secara sepenuhnya spekulatif untuk mendukung tesis
evolusioner. Karena publik telah dipengaruhi sebelumnya dengan
informasi-informasi visual, model-model konstruksi imajinier ini digunakan
utnuk meyakinkan mereka bahwa makhluk-makhluk yang direkonstruksi benar-benar
ada di masa silam.
Periset-periset
evolusionis menggambarkan makhluk-makhluk imajiner yang menyerupai manusia,
biasanya dari hanya sepotong gigi, fragmen rahang atau tulang lengan atas, dan
menampilkan mereka kepada publik secara sensasional seolah-olah mereka
terhubung dalam evolusi manusia. Gambar-gambar ini telah memainkan peranan penting dalam
pengukuhan gambaran tentang “manusia primitif” dalam benak banyak orang.
Kajian-kajian yang didasarkan pada sisa-sisa
tulang ini hanya dapat menampilkan karakteristik sangat umum dari 0bjek
tersebut. Detail yang khusus terdapat pada jaringan lunak yang dengan cepat
musnah bersama waktu. Dengan jaringan lunak yang diinterpretasikan secara
spekulatif, segala sesuatu menjadi mungkin dalam batasan imajinasi pembuat
rekonstruksi. Earnst A. Hooten dari Universitas Harvard menjelaskan situasinya
seperti ini:
Usaha untuk menyusun kembali bagian-bagian lunak adalah
pekerjaan yang lebih berisiko lagi. Bibir, mata, telinga dan ujung hidung tidak
meninggalkan tanda apa pun pada tulang di bawahnya yang bisa menjadi petunjuk.
Dengan kemudahan yang sama, dari sebuah tengkorak Neandertaloid, Anda dapat
merekonstruksi muka simpanse atau roman aristokrat seorang filsuf. Nilai ilmiah
restorasi hipotetis tipe-tipe manusia purba ini sedikit sekali, itu pun kalau
ada, dan ini cenderung hanya menyesatkan masyarakat.... Jadi, janganlah Anda
mempercayai rekonstruksi.6
Kajian-Kajian Yang Dilakukan untuk Menghasilkan
Fosil-Fosil Palsu
Karena
tidak mampu menemukan bukti yang sahih bagi teori evolusi dalam catatan fosil,
beberapa evolusionis telah berspekulasi untuk membuatnya sendiri. Upaya-upaya
ini , yang telah dimasukkan ke dalam ensiklopedia di bawah judul “penipuan
evolusi”, merupakan indikasi yang paling berbicara bahwa teori evolusi
merupakan ideologi dan falsafah yang diperjuangkan sekuat-kuatnya oleh
evolusionis. Dua dari penipuan ini, yang paling menghebohkan dan ........
diuraikan di bawah ini.
Manusia Piltdown
Charles
Dawson, seorang dokter terkenal yang juga ahli paleoantropologi amatir,
menyatakan bahwa ia telah menemukan tulang rahang dan fragmen tengkorak di
dalam sebuah lubang di Piltdown, Inggris, pada tahun 1912. Tulang rahang
tersebut lebih mirip tulang rahang kera, tetapi gigi dan tengkoraknya seperti
milik manusia. Spesimen ini dibabtis sebagai “Manusia Piltdown”. Fosil ini
diduga berusia 500 ribu tahun, dan dipajang di beberapa museum sebagai bukti
mutlak evolusi manusia. Selama lebih dari 40 tahun, telah banyak artikel ilmiah
mengenai “Manusia Piltdown” ditulis, sejumlah penafsiran dan gambar dibuat, dan
fosil tersebut dikemukakan sebagai bukti penting evolusi manusia.
Pada
tahun 1949, para ilmuwan melakukan pengujian atas fosil ini sekali lagi dan
menyimpulkan bahwa “fosil” tersebut merupakan penipuan yang disengaja yang
terdiri dari terngkorak manusia dan rahang orang utan.
Dengan
menggunakan metoda fluorin, para peneliti menemukan bahwa tengkorak tersebut
hanya berusia beberapa ribu tahun. Gigi pada tulang rahang, yang berasal dari
orang utan telah dibuat seolah usang, dan peralatan-peralatan “primitif” yang
ditemukan bersama fosil hanya imitasi sederhana yang telah diasah dengan
peralatan baja.3 Dalam analisis teperinci yang diselesaikan oleh
Oaklely, Weiner dan Clark, mereka mengungkapkan pemalsuan ini kepada publik
pada tahun 1953. Tengkorak tersebut milik manusia yang berusia 500 tahun, dan
tulang rahangnya milik kera yang baru saja mati! Kemudian gigi-gigi disusun
berderet dan ditambahkan pada rahangnya secara khusus, dan sendinya dirancang
menyerupai sendi manusia. Lalu semua bagian diwarnai dengan potasium dikromat
agar tampak tua. (Warna ini memudar ketika dicelup dalam larutan asam). Le Gros
Clark, anggota tim yang membongkar penipuan ini, tidak mampu menyembunyikan
rasa terkejutnya:
“Bukti-bukti abrasi tiruan dengan segera tampak di depan
mata. Hal ini begitu jelasnya hingga patut dipertanyakan bagaimana ini sampai
lolos dari pengamatan sebelumnya?”7
Manusia Nebraska
Pada tahun 1922, Henry Fairfield Osborn, direktur American Museum of
Natural History, mengumumkan bahwa ia telah menemukan sebuah fosil gigi geraham
yang berasal dari periode Pliosin, di Nebraska Barat, dekat Snake Brook. Gigi
ini dinyatakan memiliki karakteristik gigi manusia dan gigi kera. Argumentasi
ilmiah yang mendalam pun dimulai. Sebagian orang menafsirkan gigi ini berasal
dari Pithecanthropus Erectus, sedangkan yang lain menyatakan gigi tersebut
lebih menyerupai gigi manusia. Fosil yang menimbulkan perdebatan sengit ini
dinamakan “Manusia Nebraska”. Manusia baru ini juga dengan segera diberi “nama
ilmiah”: Hesperopithecus Haroldcooki.
Banyak ahli yang memberikan dukungan kepada Osborn. Berdasarkan satu
gigi ini, rekonstruksi kepala dan tubuh Manusia Nebraska pun digambar. Lebih
jauh, Manusia Nebraska bahkan dilukiskan bersama keluarganya.
Pada
tahun 1927, bagian lain kerangkanya juga ditemukan. Menurut potongan-potongan
tulang ini, gigi tersebut bukan milik manusia atau kera, melainkan milik
spesies babi liar Amerika yang telah punah, bernama prosthennops.
Apakah Manusia dan Kera Berasal dari Nenek Moyang yang
Sama?
Darwinis
menyatakan bahwa manusia modern saat ini berevolusi dari makhluk serupa kera.
Menurut mereka, selama proses evolusi yang diperkirakan berawal 4-5 juta tahun
lalu, terdapat beberapa “bentuk transisi” antara manusia modern dan nenek
moyangnya. Menurut skenario yang sepenuhnya rekaan ini, terdapat empat
“kategori” dasar:
Evolusionis
menyebut nenek moyang pertama manusia dan kera sebagai “Australopithecus”, yang
berarti “Kera Afrika Selatan”. Australopithecus hanyalah spesies kera kuno yang
telah punah, dan memiliki beragam tipe. Sebagian berperawakan tegap, dan sebagian lain
bertubuh kecil dan ramping.
Evolusionis menggolongkan tahapan evolusi
manusia berikutnya sebagai “homo”, yang berarti “manusia”. Menurut pernyataan
evolusionis, makhluk hidup dalam kelompok Homo lebih berkembang daripada
Australopithecus, dan tidak terlalu berbeda dengan manusia modern. Manusia
modern di zaman kita, Homo sapiens, dikatakan terbentuk pada tahapan terakhir
evolusi spesies ini.
Masalahnya, apa yang disebut sebagai
Australopithecus dalam skenario khayalan yang dibuat oleh evolusionis sebenarnya
adalah kera yang telah punah, dan apa yang digolongkan kepada seri Homo
tersebut merupakan anggota dari beragam ras manusia yang hidup di masa lampau
dan telah menghilang. Evolusionis menyusun beragam kera dan fosil manusia dalam
urutan dari yang terkecil kepada yang terbesar untuk membentuk skema “evolusi
manusia”. Riset, bagaimanapun, telah menunjukkan bahwa fosil-fosil ini sama
sekali tidak mengarah kepada proses evolusioner dan beberapa dari yang dianggap
sebagai nenek moyang manusia ini benar-benar kera dan sebagian lagi benar-benar
manusia.
Sekarang, mari kita memperhatikan
Australopithecus, yang bagi para evolusionis merupakan tingkat pertama dari
skema evolusi manusia.
Australopithecus: Spesies Kera yang telah Punah
para
evolusionis menyatakan bahwa Australopithecus merupakan nenek moyang paling
primitif dari manusia modern. Mereka merupakan spesies tua dengan struktur
kepala dan tengkorak serupa dengan kera modern, walau kapasitas tempurung
kepalanya lebih kecil. Menurut pernyataan evolusionis, makhluk-makhluk ini
memiliki sifat sangat penting yang membuktikan bahwa mereka adalah nenek moyang
manusia: bipedalisme.
Gerakan
kera dan manusia sangat berbeda. Manusia adalah satu-satunya makhluk hidup yang
bergerak dengan bebas menggunakan kedua kakinya. Beberapa hewan juga memiliki
kemampuan terbatas untuk bergerak seperti ini, tetapi mereka yang memiliki
kerangka yang bungkuk.
Menurut
evolusionis, makhluk-makhluk hidup yang disebut Australopithecus ini memiliki
kemampuan untuk berjalan membungkuk, tidak dengan postur tegak seperti manusia.
Walau begitu, cara berjalan bipedal yang terbatas ini sudah cukup untuk membuat
evolusionis untuk memproyeksikan bahwa makhluk ini merupakan nenek moyang
manusia.
Bagaimanapun,
bukti pertama yang menyanggah pernyataan tanpa bukti para evolusionis bahwa
Australopithecus merupakan bipedal datang dari evolusionis sendiri.
Kajian-kajian mendetail pada fosil-fosil Australopithecus memaksa evolusionis
untuk mengakui bahwa mereka tampak “terlalu” mirip kera. Setelah melakukan
riset anatomis terinci pada fosil-fosil Australopithecus pada pertengahan tahun
1970-an, Charles E. Oxnard mempersamakan struktur kerangka Australopithecus
dengan milik orang utan modern.
“Sebuah bagian penting dari kebijaksanaan konvensional dewasa
ini tentang evolusi manusia didasarkan pada kajian atas gigi, rahang dan
fragmen-fragmen tengkorak fosil-fosil Australopithecus. Ini semua menunjukkan
bahwa hubungan terdekat antara asutralopithecus dengan silsilah manusia mungkin
tidak benar. Semua fosil ini berbeda dari gorila, simpanse dan manusia. Jika
dikaji sebagai sebuah grup, Australopithecus lebih mirip dengan orang utan.”
8
Yang
benar-benar memalukan evolusionis adalah temuan bahwa Australopithecus tidak
mungkin berjalan dengan dua kaki dan dengan postur bungkuk. Hal ini secara
fisik akan sangat tidak efisien bagi Australopithecus, yang dinyatakan sebagai
bipedal tapi dengan cara berjalan membungkuk, untuk berjalan seperti itu karena
akan membutuhkan energi yang sangat besar. Melalui simulasi komputer pada tahun
1996, ahli Paleoantropologi Inggris Robin Crompton juag menunjukkan bahwa cara
berjalan “gabungan” seperti itu tidak mungkin. Crompton mencapai kesimpulan
berikut: makhluk hidup dapat berjalan dengan salah satu dari dua cara: tegak
atau dengan empat kaki. Bentuk cara berjalan di antara keduanya tidak dapat
dilakukan untuk periode yang yanjang karena membutuhkan energi yang sangat
besar. Ini berarti bahwa Australopithecus tidak mungkin sekaligus bipedal dan
memiliki posisi berjalan membungkuk.
Barangkali
kajian terpenting yang menunjukkan bahwa Australopithecus tidak mungkin bipedal
adalah di tahun 1994 dari riset ahli anatomi Fred Spoor dan timnya di
Departemen Anatomi Manusia dan Biologi Seluler di Universitas Liverpool,
Inggris. Grup ini melakukan melakukan kajian atas bipedalisme pada
makhluk-makhluk hidup yang memfosil. Riset mereka menyelidiki mekanisme
keseimbangan secara tak sengaja yang ditemukan dalam rumah siput pada telinga,
dan temuan menunjukkan secara meyakinkan bahwa Australopithecus tidak mungkin
bipedal. Ini membantah klaim apa pun bahwa Australopithecus menyerupai manusia.
Seri Homo : Benar-benar Manusia
Langkah
selanjutnya dalam evolusi manusia rekaan adalah “Homo”, yaitu seri manusia.
Makhluk-makhluk hidup ini adalah manusia yang tidak bebeda dari manusia modern,
tetapi memiliki beberapa perbedaan rasial. Karena berusaha untuk
membesar-besarkan perbedaan-perbedaan ini, evolusionis menampilkan orang-orang
ini tidak sebagai suatu “ras” manusia modern, tetapi sebagai suatu “spesies”
yang berbeda. Bagaimanapun, sebagaimana kita akan segera lihat, orang-orang
pada seri Homo tidak lebih dari tipe ras manusia biasa.
Menurut
skema rekaan evolusionis, evolusi internal spesies Homo adalah sebagai berikut:
pertama Homo erectus, kemudian Homo sapiens purba dan Manusia Neandertal, lalu
Manusia Cro-Magnon dan terakhir manusia modern.
Walau
klaim evolusionis bertolak belakang, semua “spesies” yang telah kita sebutkan
di atas tidak lain dari manusia murni. mari kita pertama menguji Homo Erectus,
yang dirujuk evolusionis sebagai spesies manusia yang paling primitif.
Bukti
paling mengejutkan yang menunjukkan bahwa Homo erectus bukanlah spesies
“primitaif” adalah fosil “Anak Lelaki Turkana”, salah satu sisa Homo erectus
tertua. Fosil tersebut diperkirakan milik seorang anak laki-laki berusia 12
tahun, yang mungkin akan mencapai tinggi dewasa 1,83 meter. Struktur kerangka yang tegak dari fosil tidak berbeda dengan manusia
modern. Struktur kerangkanya yang tinggi dan langsing sepenuhnya menyerupai
milik orang-orang yang tinggal di wilayah tropis pada zaman kita. Fosil ini
merupakan salah satu dari bukti paling penting bahwa Homo Erectus tidak lebih
dari spesimen lain dari ras manusia modern. Ahli paleontologi evolusionis Richard Leakey
membandingkan antara Homo erectus dan manusia sebagai berikut:
Perbedaan bentuk tengkorak, tingkat tonjolan wajah,
kekokohan dahi dan sebagainya akan terlihat. Perbedaan-perbedaan ini mungkin
seperti yang kita saksikan saat ini pada ras-ras manusia modern yang terpisah
secara geografis. Variasi biologis semacam ini muncul ketika populasi-populasi
saling terpisah secara geografis untuk kurun waktu yang lama.9
Hal
yang ingin disampaikan oleh Leakey adalah bahwa perbedaan antara Homo erectus
dan kita tidak lebih dari perbedaan antara Negro dan Eskimo. Bentuk tempurung
kepala Homo erectus berasal dari cara makan mereka, dan emigrasi genetis dan
dari tidak berasimilasinya mereka dengan ras-ras manusia lainnya selama periode
yang panjang.
Bukti kuat lainnya bahwa Homo erectus bukan
spesies “primitif” adalah bahwa fosil dari spesies ini yang digali berumur
27.000 tahun dan malahan 13.000 tahun. Menurut artikel yang dimuat dalam Time –
yang bukanlah terbitan periodis ilmiah, namun bagaimanapun memiliki efek
mempengaruhi duania ilmu pengetahua – fosil Homo erectus berusia 27.000 tahun
ditemukan di pulau Jawa. Di rawa Kow di Australia, beberapa fosil berusia
13.000 tahun ditemukan dengan membawa karakteristik Homo Sapiens-Homo erectus.
Semua fosil ini menunjukkan bahwa Homo erectus terus hidup hingga ke masa yang
sangat dekat dengan zaman kita dan mereka tak lebih dari ras manusia yang sejak
itu telah terkubur dalam sejarah.
Homo Archaic dan Manusia Neandertal
Homo
sapiens archaic adalah pelopor dari manusia kontemporer dalam skema evolusioner
rekaan. Nyatanya, evolusionis tidak berbicara banyak tentang manusia-manusia
ini, seakan hanya terdapat perbedaan-perbedaan minor di antara mereka dan
manusia modern. Beberapa periset malah menyatakan bahwa perwakilan dari ras ini
masih hidup hari ini, dan menunjuk suku Aborigin di Australia sebagai contoh.
Seperti Homo sapiens, Aborigin juga memiliki alis mata yanag tebal dan
menonjol, struktur mandibular yang cenderung ke dalam, dan volume tempurung
kepala yang sedikit lebih kecil. Lebih jauh lagi, penemuan-penemuan yang
berarti telah didapat, mengisyaratkan bahwa manusia semacam itu pernah hidup di
Hungaria dan beberapa desa di Italia sampai beberapa waktu yang lalu.
Evolusionis
menunjuk fosil manusia yang digali di lembah Neander di Belanda yang telah
dinamai Manusia Neandertal sebagai suatu sub spesies dari manusia modern dan
menamakannya “Homo sapiens neandertalensis”. Jelas bahwa ras ini hidup bersama
dengan manusia modern, pada waktu dan area yang sama. Temuan-temuan membuktikan
bahwa Neandertal mengubur mayat kerabat mereka, membuat alat musik dan memiliki
hubungan kebudayaan dengan Homo sapiens sapiens yang hidup seperiode. Struktur
tengkorak dan kerangka yang sepenuhnya modern dari fosil-fosil Neandertal tidak
terbuka atas spekulasi apa pun. Seorang pakar dalam subjek ini, Erik Trinkaus
dari Universitas New Mexico menulis:
Perbandingan anatomis terperinci antara sisa-sisa kerangka
Neandertal dengan kerangka manusia modern tidak menunjukkan dengan pasti bahwa
kemampuan lokomotif, manipulatif, intelektual atau bahasa Neandertal lebih
rendah dari manusia modern.10
Nyatanya, Neandertal malah memiliki beberapa
kelebihan “evolusioner” dibanding manusia modern. Kapasitas tempurung kepala
Nendertal lebih besar dari manusia modern dan mereka lebih kekar dan berotot
dibandingkan kita. Trinkaus menambahkan: “Salah satu keistimewaan Neandertal
yang paling karakteristik adalah kemasifan yang luar biasa dari tulang-tulang
batang tubuh dan anggota badannya. Semua tulang yang terawetkan menunjukkan kekuatan
yang jarang dimiliki manusia modern. Lebih jauh lagi, tidak hanya kekekaran ini
tampak pada lelaki dewasa, seperti yang diperkirakan orang, tetapi juga muncul
pada wanita dewasa, remaja bahkan anak-anak.”
Persisnya, Neandertal merupakan suatu ras manusia
khusus yang terasimilasi dengan ras-ras lain dengan perjalanan waktu.
Dapatkan Kehidupan Muncul
dari Kebetulan Sebagaimana Dinyatakan Evolusi?
Teori evolusi menyatakan bahwa kehidupan
berawal dari sebuah sel yang terbentuk secara kebetulan di bawah
kondisi-kondisi bumi primitif. Karenanya, mari kita menguji komposisi sel
dengan perbandingan sederhana untuk menunjukkan betapa irasionalnya untuk
menganggap keberadaan sel – struktur yang masih meupkian misteri dalam banyak
hal, bahkan pada waktu kita hendak menginjak abad ke 21 – berasal dari fenomena
alam dan kebetulan.
Dengan semua sistem operasionalnya, sistem
komunikasi, transportasi dan manajemen, sebuah sel tidak kurang rumitnya dari
sebuah kota. Sel memiliki stasiun pembangkit yang menghasilkan energi untuk
dikonsumsi sel, pabrik-pabrik pembuat enzim dan hormon-hormon yang penting bagi
kehidupan, bank data yang mencatat semua informasi penting tentang seluruh
produk yang harus dihasilkan, sistem transportasi yang kompleks dan pipa-pipa
penyalur bahan mentah dan bahan jadi dari satu tempat ke tempat lain,
laboratorium dan tempat penyulingan canggih untuk menghancurkan bahan mentah
dari luar menjadi bahan-bahan berguna, dan protein membran sel khusus untuk
mengontrol keluar-masuknya materi. Dan semua ini hanya sebagian kecil dari
sistem yang sangat kompleks tersebut.
Jauh dari kemungkinan terbetuk di bawah
kondisi-kondisi bumi primitif, sel, yang komposisi dan mekanismenya begitu
kompleks, tidak dapat dibuat walaupun di dalam laboratorium tercanggih di masa
kini. Bahkan dengan menggunakan asam-asam amino, bahan pembangun sel, tidak
mungkin untuk menghasilkan walau hanya sebuah organel tunggal sebuah sel,
seperti mitokondria atau ribosom, apalagi keseluruhan sel. Sel pertama yang
diklaim telah diproduksi oleh kebetulan evolusioner tak lebih dari isapan
jempol dan hasil dari dongengan sebagaimana kuda unicorn.
Protein Menggugat Teori Kebetulan
Bukan
hanya sel yang tak dapat diproduksi: satu saja protein dari ribuan molekul
protein kompleks pembangun sel, tidak mungkin terbentuk dalam kondisi alamiah.
Protein
adalah molekul raksasa yang terdiri dari satuan-satuan kecil yang disebut “asam
amino” yang tersusun dalam urutan tertentu, dengan jumlah dan struktur
tertentu. Molekul-molekul ini merupakan bahan pembangun sel hidup. Protein yang
paling sederhana terdiri dari 50 asam amino, tetapi ada beberapa protein yang
terdiri dari ribuan asam amino. Ketidakhadiran, penambahan atau penggantian
satu saja asam amino pada sebuah struktur protein dapat menyebabkan protein
tersebut menjadi gumpalan molekul tak berguna. Karena tidak mampu menjelaskan
“pembentukan secara kebetulan” dari asam amino, teori evolusi terperosok pada
titik pembentukan protein.
Fakta
bahwa struktur fungsional sebuah protein tidak dapat muncul secara kebetulan
akan mudah diamati dengan perhitungan probabilitas sederhana yang dapat
dipahami semua orang.
Terdapat
20 asam amino yang berbeda. Jika kita anggap bahwa sebuah molekul protein
berukuran rata-rata dibangun oleh 288 asam amino, akan terdapat 10300
kombinasi asam. Dari seluruh kemungkinan, hanya satu urutan yang membentuk
molekul protein yang diinginkan. Sisanya adalah rantai asam amino yang sama
sekali tidak berguna atau berpotensi membahayakan makhluk hidup. Dengan kata
lain, probabilitas pembentukan satu molekul protein adalah “1 banding 10300”.
Probabilitas dari “1” berbanding dengan angka “astronomis” yang terdiri dari
angka 1 diikuti 300 nol untuk semua tujuan praktis adalah nol. Ini adalah hal
yang mustahil. Selain itu, molekul protein dengan 288 asam amino lebih
sederhana dibandingkan molekul-molekul protein raksasa yang terdiri dari ribuan
asam amino. Bila kita melakukan per-hitungan probabilitas serupa pada
molekul-molekul protein raksasa tersebut, kita akan membutuhkan ungkapan yang lebih
dari sekadar "mustahil".
Jika
pembentukan secara kebetulan dari salah satu protein ini saja tidak mungkin,
milyaran kali lebih tidak mungkin untuk sekitar satu juta protein-protein itu
muncul secara kebetualn dalam bentuk yang terorganisir dan membuat sebuah sel
manusia yang komplit. Lebih jauh lagi, sebuah sel bukan hanya sekumpulan
protein. Di samping ptotein, sel juga mengandung asam nukleat, karbohidrat,
lemak, vitamin, dan banyak lagi bahan kimia seperti elektrolit, yang semuanya
tersusun secara harmonis dan dalam rancangan dengan proporsi yang tertentu,
baik dalam struktur, maupun fungsi. Masing-masing berfungsi sebagai bahan atau
komponen pembangun dalam beragam organel.
Sebagaimana
telah kita lihat, evolusi tidak mampu menjelaskan pembentukan bahkan satu saja
dari milyaran protein dalam sel, jangankan menjelaskan sel itu sendiri.
Prof.
Dr. Ali Demirsoy, salah satu pakar terkemuka tentang pemikiran evolusionis di
Turki, dalam bukunya Kalitim ve Evrim (Pewarisan Sifat dan Evolusi),
membicarakan kemungkinan pembentukan secara kebetulan Sitokrom-C. salah satu
enzim penting bagi kehidupan:
Probabilitas pembentukan rangkaian sitokrom-C mendekati
nol. Jadi, jika kehidupan memerlukan sebuah rangkaian tertentu, maka dapat
dikatakan bahwa ia memiliki probabilitas untuk terwujud hanya satu kali di
seluruh alam semesta. Jika tidak, kekuatan-kekuatan
metafisis di luar definisi kita mestilah telah berperan dalam pembentukan
tersebut. Menerima pernyataan
terakhir ini tidak sesuai dengan tujuan-tujuan ilmu pengetahuan, karenanya kita
harus mengkaji hipotesis pertama. 11
Setelah
baris di atas, Demirsoy mengakui bahwa probabilitas ini, yang ia terima hanya
karena “lebih patut bagi tujuan ilmu pengetahuan”, tidak masuk akal:
Probabilitas menghasilkan rangkaian asam amino tertentu
dari sitokrom-C adalah seperti kemungkinan seekor monyet menulis sejarah
manusia dengan mesin tik – dengan mengabaikan kenyataan bahwa kera itu menekan
tuts-tuts secara acak.4
Rangkaian
yang benar dari asam-asam amino yang tepat saja tidak cukup bagi pembentukan
salah satu molekul protein yang terdapat dalam makhluk hidup. Di samping ini,
masing-masing dari 20 tipe asam amino yang berbeda yang terdapat dalam
komposisi protein harus merupakan asam amino Levo. Secara kimiawi, terdapat dua
jenis yang berbeda, yaitu “levo” (kiri) dan “dextro” (kanan). Perbedaan di
antara keduanya adalah simetri cermin antara struktur tiga dimensi mereka, yang
serupa dengan simetri tangan kiri dan kanan manusia. .........
Dari
berbagai penelitian terungkap sebuah fakta yang mengejutkan: semua protein
hewan dan tumbuhan, dari organisme paling sederhana hingga paling kompleks,
terdiri dari asam amino Levo. Jika ada satu saja asam amino Dextro yang terikat
pada struktur sebuah protein, maka protein tersebut menjadi tidak berfungsi.
Mari sesaat kita umpamakan bahwa kehidupan muncul secara kebetulan
seperti yang dinyatakan evolusionis. Dalam hal ini, asam amino Levo dan asam
amino Dextro yang terbentuk secara kebetulan seharusnya ada dalam jumlah
seimbang di alam. Pertanyaan tentang bagaimana protein dapat memilih asam amino
Levo dari seluruh asam amino, dan mengapa tidak ada satu pun asam amino Dextro
terlibat dalam proses kehidupan, masih menjadi tantangan bagi evolusionis.
Dalam Britannica Science Encyclopaedia,
pembela teori evolusi yang terang-terangan, dinyatakan bahwa asam amino seluruh
makhluk hidup di bumi dan molekul pembangun polimer kompleks seperti protein
memiliki asimetri Levo yang sama. Ditambahkan bahwa ini sama artinya dengan
melempar uang logam sejuta kali dan selalu mendapatkan muka yang sama.
Dinyatakan juga bahwa tidak mungkin kita dapat memahami mengapa molekul menjadi
bentuk Levo atau Dextro. Pilihan ini berhubungan dengan sumber kehidupan di
bumi secara mengagumkan.10
Asam
amino tidak cukup hanya dengan tersusun dalam jumlah, urutan dan struktur tiga
dimensi yang tepat. Pembentukan protein juga mengharuskan molekul-molekul asam
amino yang memiliki lebih dari satu lengan saling berikatan melalui cabang
tertentu saja. Ikatan seperti itu disebut “ikatan peptida”.
Asam-asam amino dapat saling berikatan dengan berbagai cara; tetapi protein
hanya terdiri dari asam-asam amino yang terikat dengan ikatan “peptida”.
Penelitian
menunjukkan bahwa asam amino yang berikatan secara acak hanya dapat
menghasilkan ikatan peptida pada rasio 50% dan sisa-nya berikatan dengan ikatan
lain yang tidak terdapat pada protein. Agar berfungsi dengan baik, setiap asam
amino yang menyusun protein harus berikatan hanya dengan ikatan peptida,
sebagaimana asam amino tersebut harus dipilih dari yang berbentuk Levo saja.
Tak diragukan lagi, tidak ada mekanisme kontrol untuk memilih dan mengeluarkan
asam amino Dextro dan secara pribadi memastikan bahwa masing-masing asam amino
membuat ikatan peptida dengan yang lain.
Di
bawah keadaan ini, probabilitas dari molekul protein rata-rata yang mengandung
500 asam amino menyusun diri sendiri dalam jumlah dan rangkaian yang tepat,
sebagai tambahan atas probabilitas dari semua asam amino yang dikandungnya
adalah hanya yang levo dan bergabung menggunakan hanya ikatan-ikatan peptida
adalah sebagai berikut:
- Probabilitas
500 asam amino tersebut terpilih dengan tepat = 1/20500 = 1/10650
- Probabilitas
asam amino berbentuk = 1/2500 = 1/10150
- Probabilitas
asam-asam amino bergabung dengan ikatan peptida = 1/2499 = 1/10150
PROBABILITAS
TOTAL = 1/10950 , yaitu 1 peluang dalam 10950
Seperti dapat dilihat di bawah ini,
probabilitas pembentukan sebuah molekul protein yang terdiri dari 500 asam
amino adalah “1” banding angka 1 yang diikuti oleh 950 buah angka nol. Sebuah
angka yang tidak dapat dipahami pemikiran manusia. Ini
hanya perhitungan teoretis di atas kertas. Dalam kenyataan, probabilitas
seperti itu berpeluang “0” untuk terjadi. Dalam matematika, probabilitas yang
lebih kecil dari 1 banding 1050, secara statistik dianggap memiliki peluang “0”
untuk terjadi.
Probabilitas sebuah molekul protein berukuran rata-rata yang terdiri dari
500 asam amino tersusun dalam jumlah dan urutan yang tepat, dan hanya terdiri
dari asam amino Levo, dengan rantai hanya terbentuk dari ikatan peptida adalah
“1” banding 10950. Kita dapat menuliskan angka ini dengan meletakkan 950 angka
nol sesudah angka 1 sebagai berikut :
10950=
100.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000
Meskipun sudah sedemikian jauh kemustahilan
pembentukan secara kebetulan pada sebuah protein yang tersusun dari 500 asam
amino, kita masih dapat terus memaksa batas akal kita dengan kemustahilan yang
lebih tinggi lagi. Molekul “hemoglobin”, sebuah protein yang sangat vital,
terdiri dari 574 asam amino — lebih besar dibandingkan protein yang kita bahas
di atas. Sekarang, pikirkan ini: dalam satu sel darah merah dari miliaran yang
ada dalam tubuh kita, terdapat “280.000.000” (280 juta) molekul hemoglobin!
Perkiraan usia bumi tidak memberi cukup waktu bagi pembentukan secara
“coba-coba” untuk satu protein saja, apalagi satu sel darah merah. Kesimpulan
dari semua ini adalah: evolusi telah jatuh ke dalam jurang kemustahilan sejak
tahap pembentukan sebuah protein.
Mencari Jawaban dari Pembangkitan Kehidupan
Karena
menyadari keganjilan atas kemungkinan pembentukan kehidupan melalui kebetulan,
evolusionis tidak mampu menyediakan penjelasan yang masuk akal untuk keyakinan
mereka, maka mereka mulai mencari jalan untuk menunjukkan bahwa keganjilan
tersebut bukannya tidak mungkin.
Mereka
merancang berbagai eksperimen laboratorium untuk menjawab pertanyaan bagaimana
kehidupan dapat mengawali dirinya sendiri dari materi tidak hidup. Di antaranya
yang paling terkenal dan dihormati adalah “Eksperimen Miller” atau “Eksperimen
Urey-Miller” yang dilakukan oleh peneliti Amerika bernama Stanley Miller pada
tahun 1953.
Dengan
tujuan untuk membuktikan bahwa asam-asam amino dapat muncul secara kebetulan.
Miller membuat lingkungan dalam laboratoriumnya yang dia asumsikan terdapat di
bumi purba (yang kelak terbukti tidak realistis) dan mulai bekerja. Campuran
yang ia gunakan untuk atmosfir purba ini terdiri dari amonia, metan, hidrogen
dan uap air.
Miller
mengetahui bahwa metan, amonia, uap air dan hidrogen tidak akan saling
bereaksi. Ia sadar bahwa ia harus menyuntikkan energi ke dalam campuran untuk
memulai reaksi. Dia menganggap energi ini bisa berasal dari kilat dalam
atmosfir purba, dan dengan berdasarkan perkiraan ini, ia menggunakan sumber
penghasil listrik buatan dalam eksperimennya.
Miller
mendidihkan campuran gas ini pada suhu 100°C selama seminggu, dan sebagai
tambahan dia mengalirkan arus listrik. Di akhir minggu, Miller menganalisis
senyawa-senyawa kimia yang terbentuk di dasar gelas percobaan dan menemukan
tiga dari 20 jenis asam amino, bahan dasar protein telah tersintesis.
Eksperimen
ini membangkitkan semangat evolusionis dan dianggap sebagai sukses besar.
Didorong oleh eksperimen ini, evolusionis segera membuat skenario baru. Miller
dianggap telah membuktikan bahwa asam-asam amino dapat terbentuk dengan
sendirinya. Berdasarkan
ini, mereka segera membuat hipotesis tahap selanjutnya. Menurut skenario
mereka, asam-asam amino kemudian bergabung dalam urutan yang tepat secara
kebetulan untuk membentuk protein. Sebagian protein-protein yang terbentuk
secara kebetulan ini menempatkan diri mereka dalam struktur seperti membran
yang “entah bagaimana” muncul dan membentuk sel primitif. Sel-sel
kemudian bergabung dan membentuk organisme hidup. Arus utama terbesar dari
skenario ini adalah eksperimen Miller.
Akan
tetapi, eksperimen Miller hanya akal-akalan dan telah terbukti tidak benar
dalam segala aspek.
Ketidakabsahan Eksperimen Miller
Hampir
setengah abadberlalu semenjak Miller melakukan eksperimennya. Walaupun telah
ditunjukkan ketidakabsahannya dalam banyak segi, evolusionis masih mengemukakan
Miller dan hasil-hasilnya sebagai bukti absolut bahwa kehidupan dapat terbentuk
secara spontan dari materi tidak hidup. Jika kita menilai eksperimen Miller
secara kritis, tanpa bias dan subjektivitas pemikiran evolusionis,
bagaimanapun, nyata bahwa keadaannya tidak secerah yang digambarkan para
evolusionis. Miller menentukan untuk dirinya sendiri tujuan untuk membuktikan
bahwa asam-asam amino dapat membentuk diri sendiri dalam kondisi bumi purba.
Beberapa asam-asam amino dihasilkan, namun pelaksanaan eksperimen ini
bertentangan dengan degnan tujuannya dalam banyak cara, seperti kita akan lihat
sekarang.
-
Miller mengisolasi asam-asam amino dari lingkungannya segera setelah mereka
terbentuk, dengan menggunakan mekanisme yang disebut cold trap. Jika dia tidak melakukannya, kondisi lingkungan tempat
asam amino terbentuk akan segera menghancurkan molekul ini.
Tentu
saja tak ada artinya untuk menganggap bahwa mekanisme yang disengaja seperti
ini integral dengan kondisi bumi purba, yang melibatkan radiasi ultraviolet,
sambaran kilat, beragam zat kimia, dan oksigen bebas dalam prosentase tinggi.
Tanpa mekanisme seperti ini, kalaupun ada satu asam amino terbentuk, ia akan
segera hancur.
-
Lingkungan atmosfir purba yang disimulasikan Miller dalam eksperimennya tidak
realistis. Nitrogen dan karbon dioksida merupakan bagian dari lingkungan
atmosfir purba, tapi Miller mengabaikan ini dan malah menggunakan metan dan
amonia.
Mengapa?
Mengapa para evolusionis berkeras pada poin bahwa atmosfir primitif mengandung
metan (CH4), amonia (NH3), dan uap air (H2O)
dalam jumlah besar? Jawabannya sederhana: tanpa amonia, mustahil mensintesis asam amino.
Kevin McKean mengungkapkan hal ini dalam sebuah artikel yang dimuat dalam
majalah Discover:
Miller dan Urey meniru atmosfir bumi dahulu
kala dengan campuran metan dan amonia. Menurut mereka, bumi merupakan campuran
homogen dari logam, batuan dan es. Namun, dalam penelitian terakhir terungkap
bahwa pada saat itu bumi sangat panas dan terbentuk dari nikel dan besi cair.
Jadi, atmosfir kimiawi saat itu seharusnya didominasi nitrogen (N2), karbon
dioksida (CO2) dan uap air (H20). Tetapi gas-gas ini bukan gas-gas yang tepat
untuk mensintesis senyawa organik, seperti metan dan amonia.14
Setelah bungkam cukup lama, Miller sendiri mengakui
pula bahwa kondisi atmosfir dalam eksperimennya tidak realistis.
- Hal penting lain yang mengugurkan
eksperimen Miller adalah bahwa atmosfir bumi mengandung cukup banyak oksigen
untuk menghancurkan semua asam amino yang terbentuk. Konsentrasi
oksigen ini akan menghalangi pembentukan asam-asam amino. Situasi ini secara
telak membantah eksperimen Miller yang sama sekali mengabaikan oksigen. Jika
oksigen digunakan dalam eksperimen tersebut, metan akan terurai menjadi karbon
dioksida dan air, dan amonia menjadi nitrogen dan air. Selain itu, dalam
lingkungan tanpa oksigen, juga tidak akan ada lapisan ozon. Tanpa perlindungan
lapisan ozon, asam-asam amino akan segera hancur oleh sinar ultraviolet yang
sangat intens.
- Di
samping menghasilkan beberapa asam-asam amino yang penting untuk kehidupan,
eksperimen Miller juga menghasilkan banyak asam organik yang bersifat merusak
struktur dan fungsi makhluk hidup. Jika ia tidak mengisolasi asam-asam amino
tersebut dan membiarkannya dalam lingkungan yang sama dengan senyawa-senyawa
ini, reaksi kimia yang terjadi akan menghancurkan atau mengubah asam amino
menjadi senyawa lain. Selain itu, di akhir eksperimen ini terbentuk sejumlah
besar asam amino Dextro.16 Keberadaan asam amino ini dengan
sendirinya menyangkal teori evolusi, karena asam amino Dextro tidak berfungsi
dalam pembentukan sel makhluk hidup dan jika dilibatkan dalam pembentukan
protein akan membuat protein menjadi tidak berguna .
Kesimpulannya,
kondisi-kondisi di mana asam amino terbentuk dalam eksperimen Miller, tidak
cocok bagi kehidupan. Medium pembentukannya merupakan campuran asam yang
menghancurkan dan mengoksidasi molekul-molekul berguna yang diperoleh.
Nyatanya,
evolusionis sendiri menyangkal teori evolusi, sebagaimana biasa terjadi, dengan
mengajukan eksperimen ini sebagai “bukti”. Jika ada yang dibuktikan eksperimen
ini, adalah bahwa asam-asam amino hanya dapat dihasilkan dalam lingkungan
laboratorium terkendali di mana semua kondisi dirancang khusus oleh intervensi
yang disengaja. Berarti, kekuatan yang dapat menghasilkan kehidupan (bahkan
sekedar asam-asam amino yang “hampir hidup”) sudah pasti bukan peristiwa
kebetulan, tetapi kehendak yang disengaja – dengan kata lain, Penciptaan.
Karena itulah setiap tahap Penciptaan merupakan tanda yang membuktikan kepada
kita keberadaan dan kekuasaan Allah swt.
Molekul Menakjubkan: DNA
Teori
evolusi tidak dapat memberikan penjelasan logis atas keberadaan molekul-molekul
dasar struktur sel, perkembangan di bidang genetika dan penemuan asam nukleat
(DNA dan RNA) telah menghasilkan masalah baru bagi teori evolusi.
Pada
tahun 1955, penelitian James Watson dan Francis Crick terhadap DNA membawa era
baru dalam biologi. Banyak ilmuwan mengalihkan perhatian mereka pada ilmu
genetika. Sekarang, setelah penelitian bertahun-tahun, para ilmuwan telah
memetakan hampir semua struktur DNA.
Di
sini, kita perlu memberikan beberapa informasi paling mendasar tentang struktur
dan fungsi DNA.
Molekul yang disebut DNA, yang ditemukan
dalam nukleus pada setiap sel dari 100 trilyun sel di dalam tubuh kita,
mengandung rancang bangun lengkap untuk tubuh manusia. Informasi mengenai
seluruh ciri-ciri seseorang, dari penampilan fisik hingga struktur organ dalam,
tercatat dalam DNA dengan sistem pengkodean khusus. Informasi dalam DNA dikode
dalam urutan empat basa khusus yang membangun molekul ini. Basa ini dinamakan A, T, G, C sesuai dengan huruf awal nama mereka. Seluruh
perbedaan struktural antara manusia tergantung pada variasi urutan huruf-huruf
ini: semacam bank data yang terdiri dari empat huruf. Semua perbedaan
strurtural di antara manusia tergantung pada variasi urutan basa-basa ini.
Terdapat kurang lebih 3,5 miliar nukleotida, artinya, 3,5 miliar hurus dalam
molekul DNA.
Informasi
yang sangat banyak ini dikode dalam komponen DNA yang disebut “gen”. Misalnya,
informasi tentang mata terdapat pada rangkaian gen khusus, sedangkan informasi
tentang jantung terdapat dalam rangkaian gen yang lain. Sel menghasilkan
protein dengan menggunakan informasi dalam semua gen ini. Asam-asam amino yang
membangun struktur protein ditentukan oleh susunan berurutan dari tiga
nukleotida dalam DNA.
Sampai
di sini ada detail penting yang harus diperhatikan. Kesalahan pada urutan
nukleotida yang menyusun se-buah gen akan membuat gen tersebut sama sekali tidak
ber-fungsi. Dengan mempertimbangkan bahwa di dalam tubuh manusia terdapat 200
ribu gen, akan semakin jelas betapa mustahilnya jutaan nukleotida yang
membentuk gen-gen ini tersusun secara kebetulan dalam urutan yang tepat.
Seorang ahli biologi evolusionis, Frank Salisbury, berkomentar tentang
kemustahilan ini:
Sebuah protein berukuran sedang dapat terdiri dari sekitar
300 asam amino. Gen DNA yang mengatur protein ini bisa memiliki 1.000
nukleotida pada rantainya. Karena ada empat jenis nukleotida dalam sebuah
rantai DNA, satu rantai dengan 1.000 nukleotida dapat tersusun dalam 41000
bentuk. Dengan menggunakan sedikit ilmu aljabar (logaritma), kita dapat melihat
bahwa 41000 = 10600. Sepuluh dikali sepuluh sebanyak 600
kali menghasilkan angka 1 yang diikuti 600 angka nol! Suatu angka di luar
kemampuan pemahaman kita.15
Angka 41000
ekivalen dengan 10600. Angka ini didapatkan dengan menambahkan 600
angka nol sesudah angka 1. Angka 10 yang diikuti 11 angka nol berarti satu
triliun. Tetapi sebuah angka dengan 600 angka nol sesudahnya, sulit kita
bayangkan.
Seorang
evolusionis, Prof. Ali Demirsoy, terpaksa membuat pengakuan mengenai hal ini
sebagai berikut :
Kenyataannya, probabilitas pembentukan protein dan asam
nukleat (DNA-RNA) adalah probabilitas yang jauh melampaui perkiraan. Lebih
jauh, peluang rantai protein tertentu muncul menjadi luar biasa kecil.16
Sebagai tambahan atas ketidakmungkinan ini, DNA hampir tidak bisa terlibat
dalam reaksi karena bentuk spiral berantai ganda-nya. Ini juga membuat tidak
mungkin menganggap bahwa DNA merupakan dasar kehidupan.
Lebih jauh lagi, sementara DNA hanya dapat bereplikasi dengan bantuan
beberapa enzim yang merupakan protein pula, sintesis enzim ini hanya dapat
berlangsung dengan informasi yang dikode dalam DNA. Karena saling membutuhkan,
keduanya harus ada secara bersamaan untuk replikasi, atau salah satunya
“tercipta” sebelum yang lain. Seorang ahli
mikrobiologi Amerika, Jacobson, berkomentar mengenai hal ini:
Arahan untuk rencana-rencana reproduksi untuk energi dan
ekstraksi materi dari lingkungannya, untuk urutan pertumbuhan, dan untuk
mekanisme efektor yang menerjemahkan perintah ke dalam pertumbuhan — semua
harus ada sekaligus pada saat itu (ketika kehidupan dimulai). Kombinasi semua
ini sepertinya tidak mungkin terjadi secara kebetulan, dan sering dianggap
campur tangan ilahiah.17
Kutipan
di atas ditulis dua tahun sesudah struktur DNA diungkapkan James Watson dan
Francis Crick. Meskipun ilmu pengetahuan telah maju cukup pesat, pertanyaan
tersebut tetap belum terjawab oleh evolusionis. Untuk menyimpulkan, perlunya
DNA dalam reproduksi, dan kebutuhan untuk memproduksi protein-protein ini
sesuai dengan informasi dalam DNA secara keseluruhan menghancurkan tesi para
evolusionis.
Dua
ilmuwan Jerman, Junker dan Scherer, menjelaskan bahwa sintesis masing-masing
molekul yang diperlukan untuk evolusi kimiawi, mengharuskan kondisi-kondisi
tertentu, dan bahwa probabilitas bahan-bahan tersebut tersusun melalui metode
yang secara teoretis sangat berbeda adalah nol:
Sampai saat ini, tidak ada eksperimen yang dapat
menghasilkan seluruh molekul yang dibutuhkan untuk evolusi kimiawi. Karenanya,
berbagai molekul ini harus dihasilkan di tem-pat-tempat berbeda pada kondisi
sangat sesuai, kemudian di-bawa ke tempat lain untuk bereaksi dengan
melindunginya dari elemen-elemen berbahaya seperti hidrolisis dan fotolisis.26
Pendeknya, teori evolusi tidak dapat
membuktikan satu tahap evolusi pun yang diduga terjadi pada tingkat molekuler.
Untuk
meringkaskan apa yang telah kita bicarakan sejauh ini, baik asam-asam amino
atau produknya, maupun protein yang menyusun sel-sel makhluk hidup, dapat
diproduksi dalam apa yang disebut lingkungan “atmosfir primitif”. Lebih jauh
lagi, faktor-faktor seperti struktur protein yang sangat kompleks, sifat Levo dan
Dextro, dan kesulitan dalam pembentukan ikatan peptida hanyalah bagian dari
alasan mengapa mereka tidak akan dapat diproduksi dalam eksperimen-eksperiman
apa pun di masa yang akan datang.
Bahkan
jika kita anggap sementara bahwa protein entah bagaimana memang terbentuk
secara kebetulan, hal ini tetap tidak memiliki arti apa-apa, karena protein
bukan apa-apa jika berdiri sendiri: mereka tidak dapat bereproduksi sendiri. Sintesis protein hanya
mungkin dengan informasi yang dikodekan dalam molekul-molekul DNA dan RNA.
Tanpa DNA dan RNA, protein tidak mungkin bereproduksi. Urantan spesifik dari 20
asam amino yang berbeda yang terkode pada DNA menentukan struktur dari
masing-masing protein dalam tubuh. Bagaimanapun, sebagaimana telah sangat jelas
bagi semua yang telah mengkaji molekul-molekul ini, tidak mungkin DNA dan RAN
terbentuk secara kebetulan.
Fakta Penciptaan
Dengan
runtuhnya teori evolusi dalam setiap bidang, nama-nama terkemuka dalam disiplin
mikrobiologi hari ini megnakui fakta penciptaan dan mulai membpertahankan
pandangan bahwa segala seuatu diciptakan oleh Pencipta yang sadar sebagai
bagian dari penciptaan yang agung. Hal ini telah menjadi fakta yang tidak dapat
diabaikan. Ilmuwan yang dapat mendekati karya mereka dengan pikiran terbuak
telah mengembangkan pandangan yang disebut “perancangan cerdas”. Michael J.
Behe, salah seorang yang paling terkemuka dari para ilmuwan ini, menyatakan
bahwa ia menerima keberadaan yang
absolut dari Sang Pencipta dan menerangkan kebuntuan mereka yang menyangkal
fakta ini:
Usaha kumulatif meneliti sel - meneliti kehidupan di
tingkat molekuler - menghasilkan sebuah teriakan tajam, jelas dan nyaring,
"Desain!". Hasilnya sangat jelas dan begitu signifikan, sehingga
harus dikategorikan sebagai sebuah pencapaian terbesar dalam sejarah ilmu
pengetahuan. Keberhasilan ilmiah ini seharusnya membangkitkan teriakan “Eureka”
dari 10.000 mulut.
Tapi, tidak ada botol yang dibuka, tidak ada tepukan
tangan. Alih-alih, kerumitan yang luar biasa dari sebuah sel ini disambut
dengan keheningan yang mengherankan.
Ketika hal ini muncul di hadapan publik, kaki mulai bergoyang, dan nafas
menjadi berat. Diam-diam orang-orang menjadi lebih santai: bayak yang secara
eksplisit mengakui hal yang jelas itu tapi kemudian menatap ke lantai,
bersalaman dan membiarkannya hilang begitu saja. Mengapa komunitas ilmuwan
tidak antusias menyambut penemuan yang mengejutkan ini? Mengapa observasi
desain ini diselimuti dengan tabir intelektual? Yang menjadi dilema adalah bahwa ketika satu sisi seekor gajah diberi
label “intelligent design”, sisi yang lain harus diberi label “Tuhan”. 19
Dewasa
ini, banyak orang bahkan tidak menyadari bahwa mereka berada pada posisi
menerima sebentuk buah pikiran yang keliru sebagai kebenaran atas nama ilmu
pengetahuan, alih-alih mempercayai Allah. Mereka yang tidak menganggap kalimat
“Allah menciptakanmu dari kehampaan” sebagai cukup ilmiah dapat mempercayai
bahwa makhluk hidup pertama muncul dari kilat yang menyambar “sup purba”
miliaran tahun yang lalu.
Sebagaimana
telah kita uraikan dalam buku ini, keseimbangan dalam alam teramat halus dan
begitu banyak sehingga sangat tidak masuk akal
untuk mengklaim bahwa mereka berkembang “melalui kebetulan”. Tidak peduli betapa banyak
mereka yang tak dapat melepaskan diri mereka dari ketidakmasukalan ini
berusaha, tanda-tanda Allah di langit dan bumi sangat jelas dan tak dapat
disangkal.
Allah-lah Pencipta langit, bumi dan segala sesuatu
di antara keduanya.
Tanda-tanda Keberadaan-Nya meliputi seluruh jagad
raya.
0 komentar:
Posting Komentar