Ayat
Al Quran Dan Alam Semesta
Dalam Surat al-Isra ayat
ke-88, Allah menunjukkan keagungan Al Quran:
“Katakanlah:
‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran
ini; niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun
sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.’” (QS. Al Isra: 88)
Allah menurunkan Al Quran
kepada manusia empat belas abad yang lalu. Beberapa fakta yang baru dapat
diungkapkan dengan teknologi abad ke-21 ternyata telah dinyatakan Allah dalam
Al Quran empat belas abad yang lalu. Hal ini menunjukkan bahwa Al Quran adalah
salah satu bukti terpenting yang memungkinkan kita mengetahui keberadaan Allah.
Dalam Al Quran, terdapat
banyak bukti bahwa Al Quran berasal dari Allah, bahwa umat manusia tidak akan
pernah mampu membuat sesuatu yang menyerupainya. Salah satu bukti ini adalah
ayat-ayat (tanda-tanda) Al Quran yang terdapat di alam semesta.
Sesuai dengan ayat “Kami akan memperlihatkan kepada mereka
tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri,
sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Dan apakah
Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala
sesuatu?” (QS. Fushilat: 53), banyak informasi yang ada dalam Al Quran ini
sesuai dengan yang ada di dunia eksternal. Allah-lah yang telah menciptakan
alam semesta dan karenanya memiliki pengetahuan mengenai semua itu. Allah juga
yang telah menurunkan Al Quran. Bagi orang-orang beriman yang teliti,
sungguh-sungguh, dan arif, banyak sekali informasi dan analisis dalam Al Quran
yang dapat mereka lihat dan pelajari.
Meskipun demikian, perlu
diingat bahwa Al Quran bukanlah buku ilmu pengetahuan. Tujuan diturunkannya Al
Quran adalah sebagaimana yang diungkapkan dalam ayat-ayat berikut:
“Alif
lam ra. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan
manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan Yang
Mahakuasa lagi Maha Terpuji.” (QS. Ibrahim: 1)
“…
untuk menjadi petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang berpikir.” (QS. Al
Mu’min: 54)
Singkatnya, Allah menurunkan Al Quran sebagai petunjuk bagi
orang-orang beriman. Al Quran menjelaskan kepada manusia cara menjadi hamba
Allah dan mencari ridha-Nya.
Betapapun,
Al Quran juga memberi informasi dasar mengenai beberapa hal seperti penciptaan
alam semesta, kelahiran manusia, struktur atmosfer, dan keseimbangan di langit
dan di bumi. Kenyataan bahwa informasi dalam Al Quran tersebut sesuai dengan
temuan terbaru ilmu pengetahuan modern adalah hal penting, karena kesesuaian
ini menegaskan bahwa Al Quran adalah “firman Allah”. Menurut ayat “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al
Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka
mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya” (Surat an-Nisa: 82), terdapat
keserasian yang luar biasa antara pernyataan di dalam Al Quran dan dunia
eksternal.
Pada halaman-halaman berikut kita akan membahas kesamaan yang luar
biasa antara informasi tentang alam semesta yang ada dalam Al Quran dan dalam
ilmu pengetahuan.
“Dia yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu
sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang
tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang
tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali
kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam
keadaan payah.” (Surat Al Mulk: 3-4)
Teori
Dentuman Besar (Big Bang) Dan Ajarannya
Persoalan mengenai bagaimana
alam semesta yang tanpa cacat ini mula-mula terbentuk, ke mana tujuannya, dan
bagaimana cara kerja hukum-hukum yang menjaga keteraturan dan keseimbangan,
sejak dulu merupakan topik yang menarik.
Pendapat kaum materialis
yang berlaku selama beberapa abad hingga awal abad ke-20 menyatakan, bahwa alam
semesta memiliki dimensi tak terbatas, tidak memiliki awal, dan akan tetap ada
untuk selamanya. Menurut pandangan ini, yang disebut “model alam semesta yang
statis”, alam semesta tidak memiliki awal maupun akhir.
Dengan memberikan dasar bagi
filosofi materialis, pandangan ini menyangkal adanya Sang Pencipta, dengan
menyatakan bahwa alam semesta ini adalah kumpulan materi yang konstan, stabil,
dan tidak berubah-ubah. Namun, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi abad
ke-20 menghancurkan konsep-konsep primitif seperti model alam semesta yang
statis. Saat ini, pada awal abad ke-21, melalui sejumlah besar percobaan,
pengamatan, dan perhitungan, fisika modern telah mencapai kesimpulan bahwa alam
semesta memiliki awal, bahwa alam diciptakan dari ketiadaan dan dimulai oleh
suatu ledakan besar.
Selain itu, berlawanan
dengan pendapat kaum materialis, kesimpulan ini menyatakan bahwa alam semesta
tidaklah stabil atau konstan, tetapi senantiasa bergerak, berubah, dan memuai.
Saat ini, fakta-fakta tersebut telah diakui oleh dunia ilmu pengetahuan.
Sekarang, marilah kita lihat bagaimana fakta-fakta yang sangat penting ini
dijelaskan oleh ilmu pengetahuan.
“Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih
kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan
mematikan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Surat al-Hadid: 1-2)
Pemuaian
Alam Semesta
Pada tahun 1929, di
observatorium Mount Wilson di California, seorang astronom Amerika bernama
Edwin Hubble membuat salah satu temuan terpenting dalam sejarah astronomi.
Ketika tengah mengamati bintang dengan teleskop raksasa, dia menemukan bahwa
cahaya yang dipancarkan bintang-bintang bergeser ke ujung merah spektrum. Ia
pun menemukan bahwa pergeseran ini terlihat lebih jelas jika bintangnya lebih
jauh dari bumi. Temuan ini menggemparkan dunia ilmu pengetahuan. Berdasarkan
hukum-hukum fisika yang diakui, spektrum sinar cahaya yang bergerak mendekati
titik pengamatan akan cenderung ungu, sementara sinar cahaya yang bergerak
menjauhi titik pengamatan akan cenderung merah. Pengamatan Hubble menunjukkan
bahwa cahaya dari bintang-bintang cenderung ke arah warna merah. Ini berarti
bahwa bintang-bintang tersebut senantiasa bergerak menjauhi kita.
Tidak lama sesudah itu,
Hubble membuat temuan penting lainnya: Bintang dan galaksi bukan hanya bergerak
menjauhi kita, namun juga saling menjauhi. Satu-satunya kesimpulan yang dapat
dibuat tentang alam semesta yang semua isinya bergerak saling menjauhi adalah
bahwa alam semesta itu senantiasa memuai.
Agar lebih mudah dimengerti,
bayangkan alam semesta seperti permukaan balon yang tengah ditiup. Sama seperti
titik-titik pada permukaan balon akan saling menjauhi karena balonnya mengembang,
benda-benda di angkasa saling menjauhi karena alam semesta terus memuai.
Sebenarnya, fakta ini sudah pernah ditemukan secara teoretis. Albert Einstein,
salah seorang ilmuwan termasyhur abad ini, ketika mengerjakan Teori Relativitas
Umum, pada mulanya menyimpulkan bahwa persamaan yang dibuatnya menunjukkan
bahwa alam semesta tidak mungkin statis. Namun, dia mengubah persamaan
tersebut, dengan menambahkan sebuah “konstanta” untuk menghasilkan model alam
semesta yang statis, karena hal ini merupakan ide yang dominan saat itu. Di
kemudian hari Einstein menyebut perbuatannya itu sebagai “kesalahan terbesar
dalam kariernya”.
Jadi, apakah pentingnya
fakta pemuaian alam semesta ini terhadap keberadaan alam semesta?
Pemuaian alam semesta secara
tidak langsung menyatakan bahwa alam semesta bermula dari satu titik tunggal.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa “satu titik tunggal” yang mengandung semua
materi alam semesta ini pastilah memiliki “volume nol” dan “kepadatan tak
terbatas”. Alam semesta tercipta akibat meledaknya titik tunggal yang memiliki
volume nol tersebut. Ledakan hebat yang menandakan awal terbentuknya alam
semesta ini dinamakan Ledakan Besar (Big Bang), dan teori ini dinamai mengikuti
nama ledakan tersebut.
Harus dikatakan di sini
bahwa “volume nol” adalah istilah teoretis yang bertujuan deskriptif. Ilmu
pengetahuan hanya mampu mendefinisikan konsep “ketiadaan”, yang melampaui batas
pemahaman manusia, dengan menyatakan titik tunggal tersebut sebagai “titik yang
memiliki volume nol”. Sebenarnya, “titik yang tidak memiliki volume” ini
berarti “ketiadaan”. Alam semesta muncul dari ketiadaan. Dengan kata lain, alam
semesta diciptakan.
Fakta ini, yang baru
ditemukan oleh fisika modern pada akhir abad ini, telah diberitakan Al Quran
empat belas abad yang lalu:
“Dia
Pencipta langit dan bumi.” (QS. Al An’am:101)
Jika kita membandingkan
pernyataan pada ayat di atas dengan teori Ledakan Besar, terlihat kesamaan yang
sangat jelas. Namun, teori ini baru diperkenalkan sebagai teori ilmiah pada
abad ke-20.
Pemuaian alam semesta merupakan salah satu bukti terpenting bahwa
alam semesta diciptakan dari ketiadaan. Meskipun fakta di atas baru ditemukan
pada abad ke-20, Allah telah memberitahukan kenyataan ini kepada kita dalam Al
Quran 1.400 tahun yang lalu:
“Dan
langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami
benar-benar berkuasa.” (Surat Adz-Dzariyat:47)
Pada tahun 1948, George Gamov mengemukakan gagasan lain mengenai
teori Ledakan Besar. Dia menyatakan bahwa setelah terbentuknya alam semesta dari
ledakan hebat, di alam semesta seharusnya terdapat surplus radiasi, yang
tersisa dari ledakan tersebut. Lebih dari itu, radiasi ini seharusnya tersebar
merata di seluruh alam semesta.
Bukti “yang seharusnya ada”
ini segera ditemukan. Pada tahun 1965, dua orang peneliti bernama Arno Penzias
dan Robert Wilson, menemukan gelombang ini secara kebetulan. Radiasi yang
disebut “radiasi latar belakang” ini tampaknya tidak memancar dari sumber
tertentu, tetapi meliputi seluruh ruang angkasa. Dengan demikian, dapat
dipahami bahwa gelombang panas yang memancar secara seragam dari segala arah di
angkasa ini merupakan sisa dari tahapan awal Ledakan Besar. Penzias dan Wilson
dianugerahi Hadiah Nobel untuk temuan ini.
Pada tahun 1989, NASA
mengirimkan satelit Cosmic Background Explorer (COBE) ke angkasa untuk
melakukan penelitian mengenai radiasi latar belakang. Pemindai sensitif pada
satelit hanya membutuhkan waktu delapan menit untuk menegaskan perhitungan
Penzias dan Wilson. COBE telah menemukan sisa-sisa ledakan hebat yang mengawali
terbentuknya alam semesta.
Bukti penting lain berkenaan dengan Ledakan Besar adalah jumlah
hidrogen dan helium di ruang angkasa. Pada penghitungan terbaru, diketahui
bahwa konsentrasi hidrogen-helium di alam semesta sesuai dengan penghitungan
teoretis konsentrasi hidrogen-helium yang tersisa dari Ledakan Besar. Jika alam
semesta tidak memiliki awal dan jika alam semesta ada sejak adanya keabadian
(waktu yang tak terhingga), seharusnya hidrogen terpakai seluruhnya dan diubah
menjadi helium.
Semua bukti kuat ini memaksa
komunitas ilmiah untuk menerima teori Ledakan Besar. Model ini merupakan titik
terakhir yang dicapai oleh para ahli kosmologi berkaitan dengan awal mula dan
pembentukan alam semesta.
Dennis Sciama, yang membela
teori keadaan ajeg (steady-state) bersama Fred Hoyle selama bertahun-tahun,
menggambarkan posisi terakhir yang mereka capai setelah terkumpulnya semua
bukti tentang teori Ledakan Besar. Sciama mengatakan bahwa ia telah ambil
bagian dalam perdebatan sengit antara para pembela teori keadaan ajeg dan
mereka yang menguji dan berharap dapat menyangkal teori tersebut. Dia
menambahkan bahwa dulu dia membela teori keadaan ajeg bukan karena menganggap
teori tersebut benar, melainkan karena berharap bahwa teori itu benar. Fred Hoyle
bertahan menghadapi semua keberatan terhadap teori ini, sementara bukti-bukti
yang berlawanan mulai terungkap. Selanjutnya, Sciama bercerita bahwa
pertama-tama ia menentang bersama Hoyle. Akan tetapi, saat bukti-bukti mulai
bertumpuk, ia mengaku bahwa perdebatan tersebut telah selesai dan teori keadaan
ajeg harus dihapuskan.
Prof. George Abel dari
University of California juga mengatakan bahwa sekarang telah ada bukti yang
menunjukkan bahwa alam semesta bermula miliaran tahun yang lalu, yang diawali
dengan Dentuman Besar. Dia mengakui bahwa dia tidak memiliki pilihan lain
kecuali menerima teori Dentuman Besar.
Dengan kemenangan teori
Dentuman Besar, konsep “zat yang kekal” yang merupakan dasar filosofi
materialis dibuang ke tumpukan sampah sejarah. Jadi, apakah yang ada sebelum
Dentuman Besar, dan kekuatan apakah yang menjadikan alam semesta ini “ada”
melalui sebuah dentuman besar, jika sebelumnya alam semesta ini “tidak ada”?
Pertanyaan ini jelas menyiratkan, dalam kata-kata Arthur Eddington, adanya fakta
“yang tidak menguntungkan secara filosofis” (tidak menguntungkan bagi
materialis), yaitu adanya Sang Pencipta. Athony Flew, seorang filsuf ateis
terkenal, berkomentar tentang hal ini sebagai berikut:
Semua orang tahu bahwa
pengakuan itu baik bagi jiwa. Oleh karena itu, saya akan memulai dengan mengaku
bahwa kaum ateis Stratonician telah dipermalukan oleh konsensus kosmologi
kontemporer. Tampaknya ahli kosmologi memiliki bukti-bukti ilmiah tentang hal
yang menurut St. Thomas tidak dapat dibuktikan secara filosofis; yaitu bahwa
alam semesta memiliki permulaan. Sepanjang alam semesta dapat dianggap tidak
memiliki akhir maupun permulaan, orang tetap mudah menyatakan bahwa keberadaan
alam semesta, dan segala sifatnya yang paling mendasar, harus diterima sebagai
penjelasan terakhir. Meskipun saya masih percaya bahwa hal ini tetap benar,
tetapi benar-benar sulit dan tidak nyaman mempertahankan posisi ini di depan
cerita Dentuman Besar.
Banyak ilmuwan, yang tidak
secara buta terkondisikan menjadi ateis, telah mengakui keberadaan Yang Maha
Pencipta dalam penciptaan alam semesta. Sang Pencipta pastilah Dia yang
menciptakan zat dan ruang/waktu, tetapi Dia tidak bergantung pada ciptaannya.
Seorang ahli astrofisika terkenal bernama Hugh Ross mengatakan:
Jika waktu memiliki awal
yang bersamaan dengan alam semesta, seperti yang dikatakan teorema-ruang, maka
penyebab alam semesta pastilah suatu wujud yang bekerja dalam dimensi waktu
yang benar-benar independen dari, dan telah ada sebelum, dimensi waktu kosmos.
Kesimpulan ini sangat penting bagi pemahaman kita tentang siapakah Tuhan, dan
siapa atau apakah yang bukan Tuhan. Hal ini mengajarkan bahwa Tuhan bukanlah
alam semesta itu sendiri, dan Tuhan tidak berada di dalamnya
Zat dan ruang/waktu diciptakan oleh Yang Maha Pencipta, yaitu Dia
yang terlepas dari gagasan tersebut. Sang Pencipta adalah Allah, Dia adalah
Raja di surga dan di bumi.
Allah memberi tahu bukti-bukti ilmiah ini dalam Kitab-Nya, yang
Dia turunkan kepada kita manusia empat belas abad lalu untuk menunjukkan keberadaan-Nya.
Kesempurnaan
Di Alam Semesta
“Yang
telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat
pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah
berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian
pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak
menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.” (QS. Al
Mulk: 3-4)
Di alam semesta, miliaran
bintang dan galaksi yang tak terhitung jumlahnya bergerak dalam orbit yang
terpisah. Meskipun demikian, semuanya berada dalam keserasian. Bintang, planet,
dan bulan beredar pada sumbunya masing-masing dan dalam sistem yang
ditempatinya masing-masing. Terkadang galaksi yang terdiri atas 200-300 miliar
bintang bergerak melalui satu sama lain. Selama masa peralihan dalam beberapa
contoh yang sangat terkenal yang diamati oleh para astronom, tidak terjadi
tabrakan yang menyebabkan kekacauan pada keteraturan alam semesta.
Di seluruh alam semesta, besarnya
kecepatan benda-benda langit ini sangat sulit dipahami bila dibandingkan dengan
standar bumi. Jarak di ruang angkasa sangatlah besar bila bandingkan dengan
pengukuran yang dilakukan di bumi. Dengan ukuran raksasa yang hanya mampu
digambarkan dalam angka saja oleh ahli matematika, bintang dan planet yang
bermassa miliaran atau triliunan ton, galaksi, dan gugus galaksi bergerak di
ruang angkasa dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Misalnya, bumi berotasi pada
sumbunya dengan kecepatan rata-rata 1.670 km/jam. Dengan mengingat bahwa peluru
tercepat memiliki kecepatan rata-rata 1.800 km/jam, jelas bahwa bumi bergerak
sangat cepat meskipun ukurannya sangat besar.
Kecepatan orbital bumi
mengitari matahari kurang-lebih enam kali lebih cepat dari peluru, yakni
108.000 km/jam. (Andaikan kita mampu membuat kendaraan yang dapat bergerak
secepat ini, kendaraan ini dapat mengitari bumi dalam waktu 22 menit.)
Namun, angka-angka ini baru
mengenai bumi saja. Tata surya bahkan lebih menakjubkan lagi. Kecepatan tata surya
mencapai tingkat di luar batas logika manusia. Di alam semesta, meningkatnya
ukuran suatu tata surya diikuti oleh meningkatnya kecepatan. Tata surya beredar
mengitari pusat galaksi dengan kecepatan 720.000 km/jam. Kecepatan Bima Sakti
sendiri, yang terdiri atas 200 miliar bintang, adalah 950.000 km/jam di ruang
angkasa.
Kecepatan yang luar biasa
ini menunjukkan bahwa hidup kita berada di ujung tanduk. Biasanya, pada suatu
sistem yang sangat rumit, kecelakaan besar sangat sering terjadi. Namun,
seperti diungkapkan Allah dalam ayat di atas, sistem ini tidak memiliki “cacat”
atau “tidak seimbang”. Alam semesta, seperti juga segala sesuatu yang ada di
dalamnya, tidak dibiarkan “sendiri” dan sistem ini bekerja sesuai dengan
keseimbangan yang telah ditentukan Allah.
“Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak
padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia
mengetahui segala sesuatu. (Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah
Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka
sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu. Dia tidak dapat
dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan;
dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya telah datang dari
Tuhanmu bukti-bukti yang terang; maka barangsiapa melihat (kebenaran itu), maka
(manfaatnya) bagi dirinya sendiri; dan barangsiapa buta (tidak melihat
kebenaran itu), maka kemudharatannya kembali kepadanya.” (QS. AlAn’am: 101-104)
Orbit
Dan Alam Semesta Yang Berotasi
Salah satu sebab utama yang
menghasilkan keseimbangan di alam semesta, tidak diragukan lagi, adalah
beredarnya benda-benda angkasa sesuai dengan orbit atau lintasan tertentu.
Walaupun baru diketahui akhir-akhir ini, orbit ini telah ada di dalam Al Quran:
“Dan
Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan.
Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (QS. Al
Anbiya:33)
Bintang, planet, dan bulan
berputar pada sumbunya dan dalam sistemnya, dan alam semesta yang lebih besar
bekerja secara teratur seperti pada roda gigi suatu mesin. Tata surya dan
galaksi kita juga bergerak mengitari pusatnya masing-masing. Setiap tahun bumi
dan tata surya bergerak 500 juta kilometer menjauhi posisi sebelumnya. Setelah
dihitung, diketahui bahwa bila suatu benda langit menyimpang sedikit saja dari
orbitnya, hal ini akan menyebabkan hancurnya sistem tersebut. Misalnya, marilah
kita lihat apa yang akan terjadi bila orbit bumi menyimpang 3 mm lebih besar
atau lebih kecil dari yang seharusnya.
“Selagi berotasi mengitari
matahari, bumi mengikuti orbit yang berdeviasi sebesar 2,8 mm dari lintasannya
yang benar setiap 29 km. Orbit yang diikuti bumi tidak pernah berubah karena
penyimpangan sebesar 3 mm akan menyebabkan kehancuran yang hebat. Andaikan
penyimpangan orbit adalah 2,5 mm, dan bukan 2,8 mm, orbit bumi akan menjadi
sangat luas dan kita semua akan membeku. Andaikan penyimpangan orbit adalah 3,1
mm, kita akan hangus dan mati.” (Bilim ve Teknik, Juli 1983)
Matahari
Berjarak 150 juta km dari
bumi, matahari menyediakan energi yang kita butuhkan secara terus-menerus.
Pada benda angkasa yang
berenergi sangat besar ini, atom hidrogen terus-menerus berubah menjadi helium.
Setiap detik 616 miliar ton hidrogen berubah menjadi 612 miliar ton helium.
Selama sedetik itu, energi yang dihasilkan sebanding dengan ledakan 500 juta
bom atom.
Kehidupan di bumi
dimungkinkan oleh adanya energi dari matahari. Keseimbangan di bumi yang tetap
dan 99% energi yang dibutuhkan untuk kehidupan disediakan oleh matahari. Separo
energi ini kasatmata dan berbentuk cahaya, sedangkan sisanya berbentuk sinar
ultraviolet, yang tidak kasatmata, dan berbentuk panas.
Sifat lain dari matahari
adalah memuai secara berkala seperti lonceng. Hal ini berulang setiap lima
menit dan permukaan matahari bergerak mendekat dan menjauh 3 km dari bumi
dengan kecepatan 1.080 km/jam.
Matahari hanyalah salah satu
dari 200 juta bintang dalam Bimasakti. Meskipun 325.599 kali lebih besar dari
bumi, matahari merupakan salah satu bintang kecil yang terdapat di alam
semesta. Matahari berjarak 30.000 tahun cahaya dari pusat Bimasakti, yang
berdiameter 125.000 tahun cahaya. (1 tahun cahaya = 9.460.800.000.000 km.)
Perjalanan Matahari
“Dan
matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha
Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yasin:38)
Berdasarkan perhitungan para
astronom, akibat aktivitas galaksi kita, matahari berjalan dengan kecepatan
720.000 km/jam menuju Solar Apex, suatu tempat pada bidang angkasa yang dekat
dengan bintang Vega. (Ini berarti matahari bergerak sejauh kira-kira 720.000x24
= 17.280.000 km dalam sehari, begitu pula bumi yang bergantung padanya.)
Langit
Tujuh Lapis
“Allah-lah
yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi.” (QS. Ath-Thalaq:12)
Dalam Al Quran Allah
menyebutkan tujuh surga atau langit. Ketika ditelaah, atmosfer bumi ternyata
terbentuk dari tujuh lapisan. Di atmosfer terdapat suatu bidang yang memisahkan
lapisan dengan lapisan. Berdasarkan Encyclopedia Americana (9/188),
lapisan-lapisan yang berikut ini bertumpukan, bergantung pada suhu.
Lapisan
pertama Troposfer: Lapisan ini
mencapai ketebalan 8 km di kutub dan 17 km di khatulistiwa, dan mengandung
sejumlah besar awan. Setiap kilometer suhu turun sebesar 6,5°C, bergantung pada
ketinggian. Pada salah satu bagian yang disebut tropopause, yang dilintasi arus
udara yang bergerak cepat, suhu tetap konstan pada –57°C.
Lapisan
kedua stratosfer: Lapisan ini
mencapai ketinggian 50 km. Di sini sinar ultraviolet diserap, sehingga panas
dilepaskan dan suhu mencapai 0°C. Selama penyerapan
ini, dibentuklah lapisan ozon yang penting bagi kehidupan.
Lapisan
ketiga mesosfer: Lapisan ini
mencapai ketinggian 85 km. Di sini suhu turun hingga –100°C.
Lapisan
keempat termosfer: Peningkatan suhu
berlangsung lebih lambat
Lapisan
kelima ionosfer: Gas pada lapisan
ini berbentuk ion. Komunikasi di bumi menjadi mungkin karena gelombang radio
dipantulkan kembali oleh ionosfer.
Lapisan
keenam eksosfer: Karena berada di
antara 500 dan 1000 km, karakteristik lapisan ini berubah sesuai aktivitas
matahari.
Lapisan
ketujuh magnetosfer: Di sinilah letak
medan magnet bumi. Penampilannya seperti suatu bidang besar yang kosong.
Partikel subatom yang bermuatan energi tertahan pada suatu daerah yang disebut
sabuk radiasi Van Allen.
Gunung
Mencegah Gempa Bumi
“Dia
menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan
gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan
memperkembangbiakkan padanya segala macam jenis binatang.” (QS. Luqman:10)
“Bukankah
Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan dan gunung-gunung sebagai
pasak?” (QS. An-Naba:7)
Informasi yang diperoleh
melalui penelitian geologi tentang gunung sangatlah sesuai dengan ayat Al Quran.
Salah satu sifat gunung yang paling signifikan adalah kemunculannya pada titik
pertemuan lempengan-lempengan bumi, yang saling menekan saat saling mendekat,
dan gunung ini “mengikat” lempengan-lempengan tersebut. Dengan sifat tersebut,
pegunungan dapat disamakan seperti paku yang menyatukan kayu.
Selain itu, tekanan
pegunungan pada kerak bumi ternyata mencegah pengaruh aktivitas magma di pusat
bumi agar tidak mencapai permukaan bumi, sehingga mencegah magma menghancurkan
kerak bumi.
Air
Laut Tidak Saling Bercampur
“Dia membiarkan dua
lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang
tidak dilampaui oleh masing-masing.” (QS. Ar-Rahman:19-20)
Pada ayat di atas ditekankan
bahwa dua badan air bertemu, tetapi tidak saling bercampur akibat adanya batas.
Bagaimana ini dapat terjadi? Biasanya, bila air dari dua lautan bertemu, diduga
airnya akan saling bercampur dengan suhu dan konsentrasi garam cenderung
seimbang. Namun, kenyataan yang terjadi berbeda dengan yang diperkirakan. Misalnya,
meskipun Laut Tengah dan Samudra Atlantik, serta Laut Merah dan Samudra Hindia
secara fisik saling bertemu, airnya tidak saling bercampur. Ini karena di
antara keduanya terdapat batas. Batas ini adalah gaya yang disebut “tegangan
permukaan”.
Dua Kode
Dalam Besi
Besi adalah satu dari empat
unsur yang paling berlimpah di bumi. Selama berabad-abad besi merupakan salah
satu logam terpenting bagi umat manusia. Ayat yang berkenaan dengan besi adalah
sebagai berikut:
“…Dan
Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai
manfaat bagi manusia.” (QS. Al Hadid:25)
Ayat ini melibatkan dua kode
matematika yang sangat menarik.
“Al Hadid” (besi) adalah
surat ke-57 di dalam Al Quran. Nilai numerik (dalam sistem “Abjad” Arab, setiap
huruf memiliki nilai numerik) huruf-huruf dari kata “Al Hadid” jumlahnya sama
dengan 57, yakni nomor massa besi.
Nilai numerik (Abjad) dari
kata “Hadid” (besi) sendiri, tanpa penambahan “al”, jumlahnya 26, yakni nomor
atom besi.
0 komentar:
Posting Komentar